Seperti yang kita ketahui bawasanya banyak
teknologi informasi atau media cetak lainnya yang kita dapat gunakan dalam
pengembangan hal apapun. Media – media cetak lainnya seperti majalah, Koran dan
juga internet yang saat ini masih marak yang mengenai berbagai informasi.
Manfaat yang dapat kita ambil dalam pengembangan pengetahuan agama islam,
secara tidak langsung menyebarakan agama islam sendiri. Maraknya segala
pengembangan dalam media cetak khususnya medsos (media sosial) yang saat ini
yang banyak digunakan oleh kalangan remaja khususnya para mahasiswa/i.
Remaja pada generasi
milenial, sangat mempunyai pengaruh besar pada bangsa ini. Bagus dan buruknya
ada pada para remaja saat ini, dimana semua alat teknologi dan ilmu yang
diperoleh oleh pada remaja yaitu dari akses internet atau pun artikel yang
diambil dari media sosial. Pada zaman milenial ini segala sesuatu banyak
dilakukan dengan teknologi yang dapat kita katakana canggih. Selain menarik dan
juga sangat mudah digunakan oleh kalangan remaja. Akses yang sangat mudah
sehingga para remaja tertarik pada ilmu teknologi saat ini.
Pada umumnya, remaja sangat
suka dengan perkembangan yang pada saat ini menjadi kontroversial pada
era milenial ini. Sehingga para remaja terkadang salah
menggunakan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Teknologi dengan hal – hal yang
menyeleweng seperti Akses Pornografi dan hal semacam nya yang tidak sewajarnya
untuk dilihat pada generasi kita. Dalam hal ini, tujuan orang yang ekspor hal –
hal yang tidak baik pada media sosial yaitu untuk merusak pikiran remaja –
remaja era milenial ini. Banyak sekali remaja saat ini yang terjebak oleh hal
yang tidak etis pada lingkungan sekolah maupun masyarakat. Saat ini banyak
sekali remaja khususnya para wanita yang hamil diuar nikah, karena hal yang
tidak etis tersebut sehingga terjadinya hal yang tidak baik. Hal tersebut
terpengaruhi oleh penyalah gunaan ilmu teknologi massa kini.
Ilmu pengetahuan pada
hakikatnya adalah sesuatu yang dapat kita jadikan sebagai ilmu yang sudah dapat
kita pahami lebih lanjut karena sudah terpercaya kebenarannya. Ilmu pengetahuan
menjadi hal yang sangat penting pada era milenial ini. Hal mengenai peran –
peran remaja yang menjadi pengembang pola pikir sehingga menjadikan mahasiswa
yang mempunyai jiwa dan sudut pandang yang baik dalam mengambangkan pendidikan.
Pendidikan saat ini sangat dibutuhkan oleh para remaja, mengapa begitu? Karena
banyak sekali remaja yang minim akan pendidikan sehingga mereka melakukan hal
yang dilarang oleh Negara maupun Agama. Aturan – aturan yang harus ditaati
sakarang ini para remaja malah malah sebaliknya bukannya mentaati dan mematuhi
aturan malah melanggarnya secara sengaja atau secara sadar. Karena minimnya
pendidikan sehingga remaja tersebut kurangnya wawasan akan hal yang seperti
itu.
Ilmu teknologi pada
hakikatnya adalah suatu perspektif yang saat ini menjadi titik acuan segala
informasi. Selain buku yang menjadikan sebagai titik acuan ilmu pengetahuan
saat ini Internet juga dapat menjadi titik acuan sumber ilmu pengetahuan.
Karena buku yang sulit ditemukan dan susah untuk megaksesnya dalam berbagai
situasi dan keadaan sekaligus. INTERNET adalah suatu media yang dapat digunakan
dalam pengembangkan ilmu pengetahuan. Suatu media sosial yang berisi tentang
ilmu pengetahuan dan juga sebagai media lahan lapangan kerja bagi yang dapat
mengakseskan nya. Banyak sekali orang – orang yang mencari tunai didalam
internet maupun media sosial, ada yang dalam bentuk video, foto dan sebagainya.
Sudah terlihat jelas
bahwasanya perkembangan anak sangat mempengaruhi faktor peningkatan ilmu
pengtahuan dan immu teknologi pada era milenial. Pada psikologi remaja bahwa
setiap remaja akan terjadinya perkembangan secara kurun waktu yang cepat,
faktor yang mempengaruhi salah satunya yaitu faktor genetik dan lingkungan.
Perkembangann yang terjadi dikeluarga (genetik) juga sangat
mempengaruhi perkembangan pada remaja, seorang remaja masih membutuhkan kasih
sayang oleh keluarganya sehingga terjadinya perkembangan intelegensi sang anak
meningkat dengan cepat, sebaliknya jika keluarga kurang memperhatikan sang anak
maka yang terjadi anak tersebut seperti dikucilkan oleh kelurganya sendiri dan
perkembangan sang anak menjadi terhambat. Tak lain dari psikologi pembelajaran,
remaja yang sudah mengalami pemikiran yang dewasa akan berkembang dengan
sendirinya cepat untuk melakukan adaptasi dengan lingkungan. Lingkungan merupakan
salah satu faktor yang terbesar yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Pergaulan yang lakukan oleh anak menjadi pembentuk kepribadian anak, jika anak
tersebut dalam lingkungan yang berpendidikan maka anak tersebut mengalami
perkembangann yang sesuai dengan lingkungan yang dia temui. Anak akan
memperoleh pendidikan yang memadahi dan juga pengetahuan yang sangat luas.
Sebaliknya jika anak melakukan pergaulan kepada anak yang tidak berpendidikan
atau anak brandalan maka anak tersebut juga akan terjerumus kedalam hal yang
tidak baik, perbuatan yang sering dilakukan oleh anak yang kurang akan
pendidikan hal yang terjadi adalah tindakan yang menyeleweng seperti mencuri,
menggangu ketentraman orang lain, merusak lingkungan sekitar.
Dalam artikel ini akan
membahasa tentang peran IPTEK dalam pengembangann pendidikan agama
islam pada era milenial ini. Sudah kita ketahui bahwa banyak yang
mengguanakan media sosial untuk melakukan atau mencari informasi mengenai pendidikan.
Tapi hal ini pendidikan agama islam juga dapat kita kembangkann dengan media
sosial. Ilmu yang sangat bermanfaat tentang agama sehingga menjadikan salah
satu ilmu pengetahuan yang sangat berarti bagi kehidupan sehari hari. Saat ini
sudah mencuat informasi tentang agama dimedia sosial. Dinamika yang dapat kita
lihat bahwa hal yang positif dapat kita ambil dari media sosial yang
berhubungan dengan pendidikan agama islam.
Pendidikan agama islam
adalah suatu ilmu pendidikan yang berisikan tentang agama islam. Hal yang
dibahas dalam pendidikan agama islam salah satunya yaitu tentan beragama yang
baik. Mulai dari perilaku, etika , budi pekerti. Amalan beribadah dan yang lain
nya. Masih banyak yang dibahas pada pendidikan agama islam yang bertentangan pada
perilaku buruk pada remaja yang banyak dilakukan dan juga tindakan yang tidak
sewajarnya dilakukan oleh remaja. Membahas tentang perkembangan pendidikan
agama islam.
1. Perilaku
yang baik
Perilaku yang baik adalah sautu tindakan yang membuat keadaan atau
suasana menjadi nyaman. Lingkungan yang akan terjadi pada anak yang mempunyai
perilaku yang baik akan lebih tenang dan tentram karena dalam kondisi tersebut
anak dapat membawa suasana yang tidak membosankan. Biasa nya akan membahas
tentang hal – hal yang baik. Contoh: belajar bersama – sama teman membahas
tentang kehal yang positif seperti kemajuan IPTEK dalam pendidikan,dan lain –
lainnya.
2. Perilaku
yang tidak baik
Perilaku yang tidak baik adalah salah satu faktor dalam lingkungan
yang menjadikan keadaan atau kondisi yang tidak nyaman biasanya anak yang tidak
mempunyai perilaku yang baik akan merusak suasana ataupun lingkungan
disekitarnya. Penghambat yang terjadi jika anak tidak adanya
perilaku yang baik yaitu terjadinya kesenjangan pada sang anak. Contoh: anak
yang tidak mempunyai perilaku yang baik yaitu akan lebih dominan jail kepada
sesame seperti membuat kegaduhan kepada temannya yang lain, semua yang ada ada
pada dekatnya akan ia pegang dan dirusaknya (ringan tangan).
Hakikat pendidikan islam
Pendidikan islam adalah
usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.
Pendidikan, secara teoritis
mengandung pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik
sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan
“munumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Esensi dari potensi dinamis dalam setiap
diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan,
akhlak (moralitas) dan pengamalannya.[1]
Dalam kependidikan islam
sangat mempengaruhi sifat dan perilaku anak pada generasi milenial ini. Karena
dengan menumbuhan rasa optimisme didalam diri seorang anak maka akan terbentuk
pula moralitas pada anak tersebut. Dalam ilmu kependidikan agama islam
mengidentifikasikan beberapa sasaran dalam pengembangan fungsi manusia, yaitu:
1. Menyadarkan
manusia sebagai makhluk individu, yaitu makhluk yang hidup ditengah makhluk-
makhluk lain, manusia harus bisa memerankan fungsi dan tanggung jawabnya,
manusia akan mampu berperan sebagai makhluk allah yang paling utama diantara
makhluk – makhluk lainnya.
Pada (Q.S Al – Isra: 70) menjelaskan bahwa “dan sesungguhnya
telah kami memuliakan anak – anak adam dan kami angkut mereka itu melalui
daratan dan lautan serta kami beri mereka rezeki dari yang baik – baik dan kami
lebihkan mereka atas kebanyakan makhluk yang kami telah ciptakan”
2. Menyadarkan
fungsi manusia sebagai mahkluk sosial. Sebagai makhluk sosial (homo
sosius) manusia harus mengadakan interrelasi dan interaksi dengan
sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.[2]
Dalam hal ini, pendidikan
agama islam ingin menjadikan kita sebagai makhluk sosial yang mempunyai akhlak
dan sikap yang terpuji yang dapat menjadi suatu tatanan kehidupan. Pendidikan
agama islam mempunyai pengaruh besar dalam membentuk suatu kepribadian yang
bermoralitas dalam kehidupan yang realita dan dapat direalisasikan secara
kongkret dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada era ini, anak – anak
sudah jauh dari yang namanya pendidikan agama dikarenakan faktor lingkungan
yang mempunyai pengaruh besa, sehingga terbentuk nya kepribadian anak yang
tidak diharapkan oleh agama. Peran IPTEK dalam beragama juga dapat menjadi
sarana dakwah secara tidak langsung. Hal hal ini menjadi suatu dinamika yang
positif dalam pandangan kependidikan.
Menggagas Academic Exellence Sistem Pendidikan Islam
Didalam kependidikan agama
islam menggagas tentang akademik yang mempunyai sistem kependidikan agama islam
harus mempunyai eksistensi yang baik, karena dalam hal ini tidak diperkenankan
dalam sistem pendidikan memuia sistem yang tidak mempunyai eksistensi yang
berkecukupan atau baik.[3]
Integritas pendidikan agama
islam sangat mempunyai suatu kompeten yang menjadi titik acuan dalam
mempelajaran pendidikan agama islam. Tidak lain dari kata belajar, seorang anak
dalam pengembangan kepribadiannya yang baik harus lah mempunyai pendidikan
agama yang memahadahi. Pemahaman agama islam mejadi acuan yang fundamen untuk
menjadikan anak mempunyai akhlak dan moralitas berperilaku disuatu lingkungan.
Lingkungan luar dapat kita pengaruhi dengan media pendidikan agama islam yang
kokoh dan kuat dengan iman dan ketakwaannya. Sikap ini haruslah dikembangkan
dan ditanamkan dalam kepribadian seorang anak sebagai bekal dalam bergaul di
lingkungan luar.
Pemikiran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama islam
dalam teori dan praktik selalu mengalami perkembangan, hal ini disebabkan
karena pendidikan islam secara teoretik memiliki dasar dan sumber rujukan yang
tidak hanya berasal dari nalar, melainkan juga wahyu. Kombinasi nalar dengan
wahyu adalah sangat ideal, karena memadukan antara potensi akal manusia dan
tuntutan firman allah berkait dengan masalah pendidikan.[4]
Secara filosofis
pendidikann agama islam dapat dikembangkan dengan rasioal atau akal pikirann
manusia, sudah dijelaskan bahwa suatu ilmu pengetahuan dapat kita peroleh
dengan cara penalaran akal pikiran dan diimbangi dengan wahyu allah. Dengan
demikian suatu ilmu pengetahuan dapat diterima dalam suatu kehidupan karena
sudah ada titik acuan sebagai sumber ilmu yang telah ada.
Pendidikan Islam dalam Menyiapkan Generasi Unggul dan Keteladanan
Rasulullah SAW
Generasi millennial sebagaimana
dikemukakan di atas, adalah generasi yang harus mampu bersaing dan dalam
persaingan tersebut ia harus keluar sebagai pemenang. Untuk itu, generasi
millenneial adalah generasi yang unggul baik dari aspek hard skill, maupun soft
skill (moral, mental, intellektual, emosional dan spiritual). Generasi yang
unggul itu hanya akan dapat dilihirkan oleh pendidikan yang unggul,
sebagaimaana yang diperlihatkan oleh bangsa-bangsa yang maju di dunia ini.
Hasil kajian para ahli telah memperlihatkan, bahwa antara kemajuan suatu bangsa
memiliki korelasi yang positif dengan keunggulan suatu bangsa; dan keunggulan
suatu bangsa memiliki korelasi yang positif dengaan keunggulan pendidikan.
Pendidikan Islam dengan
rujukan utamanya al-Qur’an dan al-Sunnah sesungguhnya memiliki komitmen pada
keunggulan. Islam mengajarkan agar manusia memiliki sifat-sifat Allah dan
Rasul-Nya. Yakni berakhlak dengan akhlak Tuhan dan Rasul sesuai kadar kesanggupan
manusia (al-takhalluq bi akhlaq Allah wa al-Rasul ‘ala thaawa al-basyariah).
Karena Allah dan Rasul-Nya bersifat Unggul dan Maha Sempurna, maka pernyataan
tersebut mengandung isyarat bahwa dalam melaksanakan pendidikan harus meniru
keunggulan dan kesempurnaan sifat-sifat dan perbuatan Tuhan. Demikian pula
perintah tentang iman dan amal shalih, menunjukkan bahwa pendidikan Islam
selain perlu memiliki komitmen moral dan spiritual yang luhur, juga mengacu
kepada standar operating prosedur (SOP) yang benar dan berdasar pada teori
keilmuan yang sahih, sehingga pekerjaan tersebut dilakukan secara professional
dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik.Waktu yang disediakan Tuhan
hanya akan menimbulkan kerugian jika tidak digunakan secara produktif dalam bentuk
iman dana amal shaleh. Yakni pekerjaan yang memiliki motivasi dan komitmen
moral dan spiritual yang luhur, juga mengacu kepada standar operating prosedur
(SOP) yang benar dan berdasar pada teori keilmuan yang sahih (Q.S. al-‘Ashr,
103:1-3); Tuhan menjadikan hidup dan mati sebagai peluang untuk melakukan yang
terbaik. (Q.S. al-Mulk, 67:2). Nabi Muhammad SAW sendiri telah menjadi model
yang terbaik bagi manusia (laqad kaana lakum fi rasulillah uswatun hasanah).
Pendidikan Islam yang unggul dalam rangka menyiapkan generasi millinneal yang
unggul juga telah dicontoh oleh Nabi Muhammad SAW pada Lembaga pendidikan
pertama di Madinah yang bernama Shuffah. Dengan mengambil tempat di bagian
pinggir masjid Nabawiy, menunjuk Nabi Muhammad SAW sebagai guru, al-Qur’an dan
Hadis sebagai inti atau pokok kurrikulum dan syllabus; infak, sedekah dan
ghanimah serta lainnya sebagai sumber dana; Nabi Muhammad SAW telah berhasil
melahirkan lulusan yang unggul yang selanjutnya sebagai pelopor yang membangun
kebudayaan dan peradaban Islam. Di antara lulusan Shuffah yang jumlahnya
sekitar 300-an, terdapat nama Abu Hurairah (ahli Hadis), Zaib bin Tsabit (ahli
alQur’an), Abu Zar al-Ghifari (ahli ilmu tasawuf dan sosial), Ali bin Abi
Thalib (ahli ilmu faraid dan matematika), Salman al-Farisi (ahli Irigasi dan
Bendungan), Ibn Umar (ahli Fiqih/Hukum), dan sebagainya. Demikian pula melalui
Lembaga pendidikan al-Kuttab, al-Badiah, al-Qushr (Istana), Rumah Ulama,
Perpustakaan, Observatorium, Madrasah dan lainnya telah dilahirkan para lulusan
dalam berbagai ilmu yang bertarap internasional. Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i dan Ahmad Ibn Hambal dalam bidang fiqih/hukum; Ibn Abbas, Ath-Thabari,
dan Ibn Katsir dalam bidang Tafsir/AlQur’an; Imam Bukhari, Imam Muslim; Imam
Turmudzi, Imam Nasai, Imam Ibn Majah dan Imam Abu Daud dalam bidang Hadis; Abu
Hasan alAsy’ari, Imam Maturidi, Washil bin Atha dan alJubai dalam bidang
teologi; Imam al-Ghazali, Zunnun al-Misri, Ibn Arabi, al-Jilli, Jalaluddin Rumi
dan Abdul Qadir al-Jailani dalam bidang Tasawuf/Tariqat; al-Kindi, al-Farabi,
Ibn Sina dan Ibn Rusyd dalam bidang filsafat Islam; alKhawarizmi dalam bidang
matematika, al-Razi dalam bidang fisika, al-Tusi dalam bidang astronomi, Ibn
Batuthah dalam bidang geology; al-Kindi, alFarabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd dalam
bidang kedokteran/Ilmu pengetahuan murni di samping ahli filsafat; Ibn Khaldun
dalam bidang sosiologi; dan sebagainya. Mereka diakui sebagai ilmuan yang
unggul, karenaa mendapatkan pendidikan yang unggul. Mereka dikenal pula sebagai
ilmuwan yang Ensiklopedik, all round dan multi talented, karena di samping
memiliki keahlian yang merupakan keunggulannya, juga memiliki kemampuan dalam
bidang lainnya. Ibn Sina misalnya selain ahli filsafat juga mahir dalam bidang
kedokteran, ilmu jiwa, tafsir, dan tasawuf. Demikian pula Ibn Rusyd, selain
ahli dalam filsafat juga ahli dalam bidang kedokteran dan hukum Islam (Harun
1979). Ajaran normative dan pengalaman sejarah yang terkait dengan pengembangan
pendidikan yang unggul dan integrated yang demikian itu, patut dipraktekkan
kembali dalam rangka menghasilkan generasi unggul di era millennial. Kondisi
objektif pendidikan Islam saat ini nampaknya lebih banyak yang kurang siap dan
kurang mampu dalam menghasilkan generasi unggul yang dibutuhkan era millennial.[5]
Integralistisme Pendidikan Islam
Karakter Integralistik yang
terdapat dalam pendidikan Islam dapat pula dijadikan alternative dalam
menyiapkan manusia yang siap menghadapi era millennial. Sebagaimana telah
dikemukakan di atas, bahwa era millennial antara lain ditandai oleh adanya
generasi yang memiliki ciri aktif berkolaborasi, dan terbiasa berfikir out of
the box. Generasi millennial tidak mau lagi dikurung oleh suatu pandangan
tertentu, melainkan ia akan terus menjelajah, membuka diri, berintegrasi dengan
semua aliran, pemikiran, pandangan, gagasan dan sebagainya dalam rangka
memperoleh jawaban atas problema kehidupan yang kompleks. Sikap esklusif, dan
sectarian misalnya harus diganti dengan sikap inklusif dan toleran. Dalam upaya
merespon kebutuhan generasi millennial yang salah satu wataknya yang demikian
itu, maka pendidikan harus mengembangkan karakter integralistiknya dengan
perspektif yang baru. Jika di zaman klasik umat Islam berkolaborasi atau
mengintegrasikan pandangan al-Qur’an dengan llmu pengetahuan Yunani, India,
China, Persia dan lainnya, maka di era Millennial integrase tersebut tidak
memadai lagi. Integrasi di masa sekarang, integrasi harus dilakukan dengan ilmu
pengetahuan modern dengan terlebih dahulu menghilangkan prinsip-prinsipnya yang
tidak sejalan dengan prinsip Islam, seperti prinspnya yang hanya mengakui yang
rational dan empiris dengan ditambah dengan yang metafisis (al-ghaib).
Selanjutya jika di masa klasik masing-masing bidang llmu, seperti kalam,
filsafat dan tasawuf memberikan jawaban sendiri-sendiri atas berbagai persoalan
umat, maka di masa sekarang ketiganya harus dipadukan. Karakter integralisme
pendidikan Islam ini lebih lanjut dapat dipahami dari gagasan dan pemikiran
yang dikemukakan Armahedi Mazhar. Dalam hubungan ini ia mengatakan:
Integralisme dapat digunakan sebagai filsafat yang menjembatani
kebenaran-kebenaran diniyaha yang tercantum dalam Kitab Suci Qur’an dengan
kebenaran-kebenaraan ilmiah yang terbaca dalam Kitab Besar Alama semesta
seperti halnya filsafat tradisional Islam di zaman dahulu. Kita perlu berusaha
mengganti filsafat Islam tradisional yang menghubungkan ilmu pengetahuan Yunani
Helenistik dengan Qur;an Suci dengan suatu filsafat Islam modern yang
menghubungkan ilmu pengetahuan modern dengan Qur’an Suci. Integralisme harus
dikembangkan dengan suatu tradisi kritis, generasi demi generasi, sehingga
dapat menjadi apa yang disebut Alvin Toffler supraideologi bagi peradaban Islam
di masa depan.
Integralisme melihat
adanya kesatupaduan antara manusia-alam-Tuhan, atau Allah, alam-manusia. Hal
ini sesuai dengan “diri-cakrawaala-kebenaran” atau 22 :anfus-afaq-Haqq.” Atau
antara alam Lahut, alam jabarut, alam malakut-alam nasut (Alam Tuhan, alam
jagat raya, alam ghaib dan alam nyata; Allah-Rabb al-Falaq-Rabb an-Naas yang
muncul dalam ayat pertama surat terakhir Qur’an Suci, yaitu Surat alIkhlas,
al-Falaq dan An-Naas (Mahzar, 1983, 130- 137). Dengan integralisme ini akan
memunculkan ilham-ilham Ilmiah di dalam pikiran para ilmuwan Muslim sehingga
mereka mampu menggali kandangan-kandungan makna dalam al-Qur’anul Karim untuu
kemudian dikembangkan sebagai penemuan-penemuan ilmiah baru. Bukan sebaliknha
seperti selama ini di mana ayat-ayat Qur’an dicaricari untuk menjelaskan
penemuan ilmiah atau teknologi baru kemudian digembarkan gemborkan bahwa:
“semuanya sudah ada di dalam Qur’an.” Selama sikap yang disebut belakangan ini
yang diambil oleh para ilmuwan Muslim, mereka akan tetap menjadari tertawaan
dunia ilmu pengetahuan modern, karena tidak bisa menyumbangkan apa-apa kecuali
berteriak “semua sudah ada dalam al-Qur’an” untuk menutupi kompleks rendah diri
mereka. Tetapi untunglah ilmuwan Muslim tidak semuanya bersikap demikian, ada
di antara mereka yang dengan tekun membaca ayat-ayat yang tertulis di
cakrawalacakrawala ciptaan Allah SWT. Salah satu di antaranya adalah pemenang
hadiah Nobel pertama dari kalangan Islam, Prof. Abdus Salam yang memperoleh
hadiah Nobel di bidang fisika (Mahzar, 1983, 133). [6]
Karakter Integralistik
pendidikan Islam yang dibutuhkan generasi millennial juga dapat dilakukan pada
adanya integrasi pada paham Islam yang bercorak Ulum al-Din, al-Fikri dan
Dirasat Islamiyah. Paham Islam Ulum al-Din yang cenderung menekankan sisi
keagamaan, ritualitas, formalitas, sectarian, lokal, dangkal, parsial (sepotong-sepotong),
provincial (terkotak-kotak; terbatas cara pandangnya); parochical (sempit);
Sedangkan al-Fikr al-Islamiy atau Islamic Thoght yang pendekatannya lebih
historis, sistematis, utuhkomprehensif, non sectarian, tidak provincial; dan
Dirasat Islamiyah (Islamic Studies) yang selain masih merujuk pada kluster
ilmu-ilmu keagamaan (Islam) yang patenm standar baku dalam Ulum alDin dan
al-Fikr al-Islamy, ia juga ditopang dan diperkokoh oleh research (penelitian)
lapangan, pematan historis-empiris yang obyektif tentang dinamika sosial,
ketersambungan (continuity) dan perubahan(change), pola dan trend pergumulan
sosial politk, ekonomi, budaya, pola-pola ketegangan, konflik, harmoni dan
merekam pluralitas interpretasi makna oleh para pelaku di lapangan (Abdullah,
2009, 277-278).[7]
Pandangan Islam tentang Periodesasi dan Era Millennial
Selanjutnya jika pembagian
tahap kehidupan manusia berdasarkan periodesasi tersebut dihadapkan pada
pendidikan Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah, maka selain sebagian
mengakui adanya tahapan zaman tersebut, namun Islam juga memiliki pandangan
tersendiri tentang zaman. Islam misalnya mengakui adanya tahap teologis dan
metafisis sebagaimana yang terdapat pada paham Augus Comte; dan mengakui pula
adanya tahap local dan cannonical yang ditawarkanKeith Ward yang dikutip Amin
Abdullah; tahap agricultural yang dikemukakan Alvin Toffler, zaman klasik dan
pertengahan sebagaimana dikemukakan Harun Nasution. Islam menyuruh manusia
untuk mempelajari semua zaman itu, namun hasilnya bisa sebagai inspirasi untuk
dipratekkan di masa lalu, dan bisa juga sebagai peringatan untuk ditinggalkan
(Nata, 2017: 173-174)[8]. Islam misalnya memperkenalkan
zaman Jahiliyah yang harus ditinggalkan, karena mereka menganut sistem
kepercayaan dan pola pikir yang keliru. Mereka yang menyembah patung berhala,
atau kekuatan misteris dianggap perbuatan musyrik yang harus ditinggalkan.
Namun Islam juga mengakui adanya khasiat atau keistimewaan pada benda-benda
tertentu, namun bukan menjadikan benda-benda itu sebagai sesuatu yang disembah;
melainkan yang disembah adalah pencipta benda-benda tersebut, yakni Allah SWT.
Mereka yang berada dalam
fase teologis dalam pahaam Comte, atau faselocal dalam fahamKeith Ward yang
dikutip Amin Abdullah, dalam pandangan Islam disebut masa jahiliyah.
Selanjutnya Islam menerima paham positivisme tapi tidak sepenuhnya, karena di
dalam paham positivisme hanya mengakui yang dapat diamati oleh pancaindera,
berupa hukumhukum alam atau hukum sebab akibat, serta hal-hal yang rational,
sedangkan yang bersifat metafisik yang ghaib, yakni jiwa, spirit, dan
sifat-sifat Allah SWT yang ada pada ciptaan atau fenomena tersebut, serta
hal-hal yang hanya dapat diterima dengan kepatuhan dan ketundukan hati nurani,
seperti kepatuhan pada ketentuan Tuhan dalam ibadah, dan kehidupan di akhirat,
adalah bukan wilayah rational, tapi wilayah iman dan hati nunari. Dalam Islam
terdapat hal-hal yang dapat dijangkau oleh pancaindera dan akal, sebagaimana
dalam paham positvisme, dan terdapat pula hal-hal yang hanya dapat dijangkau
oleh hati nurani dan iman, yakni dengan mempercayai dan menerima yang
disampaikan Tuhan melalui wahyu-Nya; sekalipun tidak dapat dijangkau oleh
pancaindera dan akal. Oleh karena itu dalam pendidikan Islam, pancaindera, akal
dan hati nurani harus digunakan.[9]
Pada generasi ini, penulis
berharap bahwa kesenjangan dalam melakukan suatu teknologi masa kini atau
sering disebut sebagai masa kontemporer. Gunakan IPTEK yang sebaik mungkin,
jangan sampai menyalah gunakan penggunaan teknologi yang saat ini berkembang
dan megalami kemajuan yang sangat pesat. Tidak lain dari pendidikan, suatu
pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan karena pengembangan pendidikan
agama islam sangat diperlukan dalam suatu kehidupan.
[4] Rachman Assegaf, Aliran
Pemikiran Pendidikann Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 9.
[7] Al-Djamali, Fadhil, (1920). Menerabas Krisis Pendidikan
Dunia Islam, Jakarta:Golden Trayon, cet.II
0 Komentar untuk "Peran iptek dalam pengembangan pendidikan agama islam di era milenial"
Mohon untuk memberikan saran dan kritik demi penyempurnaan penulisan