sumber: garudacitizen.com |
Bureaucracy
System Does’t Develop (Sistem Birokrasi Tidak Berkembang) : Terpangkasnya
Birokrasi Kampus
Maraknya demonstrasi
yang menuntut “Anti Demokrasi” oleh kalangan mahasiswa menjadi polemik publik
yang kian memanas. Dibalik kontroversil tersebut, mahasiswa menjadi salah satu
pengamat dalam mengidentifikasi problem-problem yang terjadi di kelembagaan
yakni perubahan manajemen kampus yang kian lama sukar dipahami. Mahasiswa
dipersulit oleh prosedural yang berlaku dengan kebijakan-kebijakan dan
ketidakjelasan arah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kelembagaan.
Dibalik itupun, tertutupnya informasi ke publik pengeluaran (mahasiswa)
pembelajaan.
Faktor yang menjadi pergulatan
mahasiswa. Pertama, Tatanan Anggaran
tidak idealis; kebutuhan kegiatan-kegiatan tidak terlaksana dengan efektif, rancu dan
represif. Padahal, kegiatan mahasiswa membawa dampak positif dalam menjunjung
kelembagaan untuk menciptakan frame sebagai
instansi yang unggul. Namun, realitasnya kelembagaan secara krusial menghalang
kegiatan-kegiatan tersebut dengan alasan RAB mahasiswa tidak ada di dalam buku
pembendaharaan (treasury book).
Impossible!, administrative political separatist (separatis politik administrasi) kian menjeramah
kelembagaan. Elite-elite kampus seharusnya menyadari secara relevan agar
kemajuan kelembagaan terealisasi dan tertata dengan baik. Namun, elite-elite
lembaga malah berkroni untuk mengeksploitasi diri sendiri dengan memapras
anggaran untuk kegiatan luar kota. Seharusnya, DIPA dapat dipergunakan oleh
mahasiswa dalam berkegiatan yang dapat menunjang mutu pendidikan dan tujuan
pendidikan kelembagaan sendiri.
Kedua, fasilitas kampus sukar dibergunakan. Pergulatan dengan para elite
kelembagaan dalam menyelesaikan administrasi ketika kegiatan akan berlangsung
dan kadangkala cancel karena sulit
untuk dirampungkan. Kelembagaan realistisnya not balanced terhadap mahasiswa dalam aktivitas kampus. Sehingga,
kesenjangan didalam civitas akademika kampus terkonstelasi terhadap perilaku
dan tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan kesungguhan membawa perubahan
tanpa memikirkan kepentingan pribadi.
Problem-problem sistem kelembagaan
menyumbat perubahan pengembangan potensial mahasiswa. Tanpa kesadaran kolektif
dalam menggelorakan jiwa mahasiswa dalam meraih prestasi. Sejatinya, mahasiswa merupakan
agen of movement (agen penggerak) yang gigih dan seiring berjalannya
waktu pergerakan tersebut menjadi The
Change (perubahan) yang realistis (Not’s the issue). Seharusnya, lembaga
membuka dan mempersilakan, bukan untuk mempersulit dengan mengutarakan prosedur
yang transparan.
Ketiga, ketidakjelasan putusan APBN (Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan
Negara). Setelah meningkatnya passing grade kelembagaan, satu tingkat naik
ke taraf Sekolah Tinggi menjadi Institut. Kini menjadi booming, secara faktual asumsi bahwa kelembagaan mengeluarkan PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang dilakukan oleh pihak pustaka. Ketika
ditelaah dan di interpretasikan kembali, tidak ada konfirmasi lebih lanjut dari
pihak pustaka dan tanpa adanya komunikasi ke publik bahwasanya dari pihak
lembaga mengeluarkan surat putusan PNBP. Sehingga menjadi polemik mahasiswa
terhadap kelembagaan secara parsial.
Proposisi-proposisi terlontar oleh pihak
kelembagaan secara konteks argumentasi menolak kinerja elite kelembagaan
mengenai hal tersebut. Pihak kelembagaan tidak mengurus dengan baik mengenai
problem yang sedang terjadi. Seharusnya, pihak lembaga berprerogatif terhadap
polemik yang menjadi kontroversil di Republik Institute. Bukan hanya sekadar
mengamat tanpa bertindak, akan tetapi sebagai Delegator Perubahan.
Tercatat didalam argumentasi aktivis
yang tergabung dalam kelembagaan.
Mencoba membilah akar permasalahan tersebut dan mengantongi permasalahannya.
Bahwa prosedural, dan/atau perubahan manajemen lembaga tersebut hanya
menghambat penetrasi sistem untuk melakukan pergerakan perubahan. Oleh karena
itu, kerap kali mahasiswa merasakan keluhan secara krusial terhadap kebijakan-kebijakan
yang sifatnya represif.
Sistem sarana
dan prasarana yang kini menjadi verbalitas yang tidak terekspost dan tidak ada
pergerakan yang signifikan dari kelembagaan yakni Gedung Center yang mangkrak:
tak terurus dan dibiarkan rapuh begitu saja. Halnya orang tertidur tanpa
memikirkan beban yang dihadapinya. Begitupun dengan hal tersebut tidak
terorganisir secara matang, sehingga menyebabkan lost contact terhadap pihak terkait.
Tiada kompensasi terhadap mahasiswa yang
telah menyebar luaskan frame dan
background instansi. Ujar akan ada LPJ (Laporan Pertanggung jawaban) yang
menyatakan bahwasanya kegiatan tersebut terlaksana. Namum realitasnya tidak
sama sekali mengapresiasi, sedangkan kegiatan tersebut terealisasi. Perilaku
tersebut mengabstraksikan eksploitasi diri oleh elite kampus yang secara APBN
sudah tercatat secara runut, sistematis dan malalui prosedural yang baik dan
benar. Sehingga monitoring dapat termobilisasi unutuk merubah secara signifikan
dan relevan.
Terpedaya dari berbagai faktor. Kendala
keberlangsungan pergerakan yang signifikansinya menjadi buah perubahan.
Sehingga mahasiswa seperti adanya kekangan untuk tetap berada di Zona Nyaman. Padahal, civitas kampus
membutuhkan perubahan yang berbuah fisik dan non fisik yang mendominasi, dimana dari segi Sumber
Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) tampak real meningkat secara diagram dalam
Daftar Inventaris kelembagaan.
Saat ini dari kelembagaan tidak
menyokong dengan penuh sinergitas perubahan, sehingganya lembaga tidak dapat menunjangkan
Sumber Daya yang ada. Demikian penunjangan dapat berupa dalam bentuk materil
atau non materil dan prosedur yang tidak berberlit-belit. Dalam konteks
administrasi kelembagaan belum tampak jelas secara signifikan dan itu menjadi
penghambat dimana tindakkan penyokong tidak terlaksana.
Kelembagaan harus mempertimbangkan
sistem yang efesien agar kemajuan tidak transparan. Sehingga perubahan dapat
diukur dengan proses dalam berupa fisik dan non fisik seperti pembangunan dan
prosedural atau pemangkasan birokrasi. Agar dapat menindak lanjuti kegiatan
penyokong tersebut kelembagaan harus konsistensi dengan program dan kinerja
yang diampuh selama beberapa tahun kedepan.
Inilah unsur-unsur yang telah terindeks
dan terinvestigasi dari berbagai sudut pandang permasalah. Apabila tidak tampak
pergerakan oleh kelembagaan dalam konteks kemajuan, saatnya mahasiswa turun ke jalan
membawa argumentasi untuk membela kebenaran, mengaspirasikan keluhan,
keterpedayaan yang menjerat konsentrasi, melontarkan argumentasi
perubahan, sehingga terjadinya Reformasi Birokrasi yang tertata secara
eksplisit. Itu akan lebih tampak membaik tanpa adanya political elite.
0 Komentar untuk "Mahasiswa tak berkutik menghadapi polemik kampus - IAIN Curup "
Mohon untuk memberikan saran dan kritik demi penyempurnaan penulisan